KESEPAKATAN CIGANJUR PEMILIHAN UMUM 1999
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
Kelompok 6 (enam)
1.
Iis
Nurhasanah
2.
Lia
Handayani
3.
Sulaiman
4.
Wulandari
5.
Tria
Agustina
6.
Islaini
Sanudra Pajriani
Kelas : XII.IPA.3
Guru Pembimbing : Meliana, S.Pd

KEMENTERIAN AGAMA
MADRASAH ALIYAH NEGERI SAKATIGA
TAHUN AJARAN 2015/2016
MADRASAH ALIYAH NEGERI SAKATIGA
TAHUN AJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa Kami
panjatkan kehadirat Allah swt, karena dengan rahmat dan taufiq-Nya
kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang berjudul “Kesepakatan
Ciganjur Pemilihan Umum 1999”.
Pada kesempatan ini tidak lupa kami
sampailan ucapan terima kasih kepada ibu/ bapak selaku guru mata pelajaran
sejarah Indonesia, yang senantiasa membimbing dan menyumbangkan ilmunya kepada
kami. Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman dan juga semua
pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas ini.
Penyusun juga menyadari bahwa masih
banyak kekurangan, kekeliruan, dan masih jauh dari kata sempurna.Oleh karena
itu Saya sangat mengharapkan kritik dan saran atas penulisan makalah
ini selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat kepada pembaca.
Sakatiga, Oktober 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I : Pendahuluan
1.
Latar
Belakang
2.
Rumusan
Masalah
3.
Tujuan
Bab II : Pembahasan
1.
Kesepakatan
Ciganjur
2.
Tragedi
di Semanggi
3.
Pemilihan
Umum Tahun 1999
4.
Sidang
Umum MPR 1999
Bab III : Penutup
1.
Kesimpulan
2.
Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Sidang Istimewa MPR 1998 menghasilkan 12 ketetapan, sementara itu
dengan diprakarsai oleh para mahasiswa yang bergabung dalam Forum Komunikasi
Senat Mahasiswa Jakarta (FKSMJ), ITB Bandung, dan Universitas Siliwangi, dan
empat tokoh reformasi.
Pada bulan
November 1998 pemerintahan transisi Indonesia mengadakan Sidang Istimewa untuk
menentukan Pemilu berikutnya dan membahas agenda-agenda pemerintahan yang akan
dilakukan. Mahasiswa bergolak kembali karena mereka tidak mengakui pemerintahan
ini dan mereka mendesak pula untuk menyingkirkan militer dari politik serta
pembersihan pemerintahan dari orang-orang Orde Baru.
Pemilihan Umum Tahun 1999 dilaksanakan pada 7 Juni 1999 dengan
jumlah 48 partai. Pemilihan Umum Tahun 1999 merupakan pemilu pertama
pasca mundurnya Presiden Suharto dari tampuk kekuasaan. Habibie, selaku
pengganti Suharto, melaksanakan pemilu tiga tahun lebih cepat dari waktu yang
seharusnya dijadwalkan, yaitu tahun 2002
Setelah lengsernya Soeharto dari kursi pemerintahannya, maka MPR
mengadakan Sidang Umum MPR thn 1999 dimana B.J.Habiebie menjadi Presiden RI
ke-3. namun kemudian pada tahun 1999 diadakan pemilu thn 1999.
2.
Rumusan Masalah
1.
Apa
itu kesepakatan Ciganjur, Pemilihan Umum 1999 ?
2.
Siapa
saja yang terlibat ?
3.
Mengapa
bisa terjadi Kesepakatan Ciganjur Pemilihan Umum 1999?
3.
Tujuan
1.
Mengetahui
apa itu Ciganjur Pemilihan Umum.
2.
Mengetahui
tokoh yang terlibat dalam Kesepakatan Ciganjur Pemilihan Umum.
3.
Mengetahui
penyebab terjadinya Kesepakatan Ciganjur Pemilihan Umum 1999.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
1.
Kesepakatan Ciganjur
Setelah Sidang
Istimewa MPR 1998 menghasilkan 12 ketetapan, sementara itu dengan diprakarsai
oleh para mahasiswa yang bergabung dalam Forum Komunikasi Senat Mahasiswa
Jakarta (FKSMJ), ITB Bandung, dan Universitas Siliwangi, dan empat tokoh
reformasi. 4 tokoh tersebut adalah : K.H. Abdurrahman Wahid, Amien Rais, Sri
Sultan Hamengkubuwono X dan Megawati Sukarnoputri.
Pada tanggal 10
November 1998 mengadakan dialog nasional di kediaman K.H. Abdurrahman Wahid,
Ciganjur, Jakarta Selatan. Dalam dialog nasional tersebut menghasilkan 8
kesepakatan sebagai berikut :
1.
Mengupayakan
terciptanya kesatuan dan persatuan nasional.
2.
Menegakkan
kembali kedaulatan rakyat.
3.
Melaksanakan
desentralisasi pemerintahan sesuai dengan otonomi daerah.
4.
Melaksanakan
reformasi sesuai dengan dengan kepentingan generasi bangsa.
5.
Melaksanakan
pemilu yang luber dan jurdil guna mengakhiri masa pemerintahan transisi.
6.
Menghapus
Dwifungsi ABRI secara bertahap.
7.
Mengusut
pelaku KKN dengan diawali pengusutan kasus KKN yang dilakukan oleh Soeharto dan
Kroninya.
8.
Mendesak
seluruh anggota Pam Swakarsa untuk membubarkan diri.
2.
Tragedi di Semanggi
Pada bulan
November 1998 pemerintahan transisi Indonesia mengadakan Sidang Istimewa untuk
menentukan Pemilu berikutnya dan membahas agenda-agenda pemerintahan yang akan
dilakukan. Mahasiswa bergolak kembali karena mereka tidak mengakui pemerintahan
ini dan mereka mendesak pula untuk menyingkirkan militer dari politik serta
pembersihan pemerintahan dari orang-orang Orde Baru.
Masyarakat dan
mahasiswa menolak Sidang Istimewa 1998 dan juga menentang dwifungsi ABRI/TNI
karena dwifungsi inilah salah satu penyebab bangsa ini tak pernah bisa maju
sebagaimana mestinya. Benar memang ada kemajuan, tapi bisa lebih maju dari yang
sudah berlalu, jadi, boleh dikatakan kita diperlambat maju. Sepanjang
diadakannya Sidang Istimewa itu masyarakat bergabung dengan mahasiswa setiap
hari melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta dan kota-kota besar
lainnya di Indonesia. Peristiwa ini mendapat perhatian sangat besar dari dunia
internasional terlebih lagi nasional. Hampir seluruh sekolah dan universitas di
Jakarta, tempat diadakannya Sidang Istimewa tersebut, diliburkan untuk mecegah
mahasiswa berkumpul. Apapun yang dilakukan oleh mahasiswa mendapat perhatian
ekstra ketat dari pimpinan universitas masing-masing karena mereka di bawah
tekanan aparat yang tidak menghendaki aksi mahasiswa. Sejarah membuktikan bahwa
perjuangan mahasiswa tak bisa dibendung, mereka sangat berani dan jika perlu
mereka rela mengorbankan nyawa mereka demi Indonesia baru.
Pada tanggal 12
November 1998 ratusan ribu mahasiswa dan masyrakat bergerak menuju ke gedung
DPR/MPR dari segala arah, Semanggi-Slipi-Kuningan, tetapi tidak ada yang
berhasil menembus ke sana karena dikawal dengan sangat ketat oleh tentara,
Brimob dan juga Pamswakarsa (pengamanan sipil yang bersenjata bambu runcing
untuk diadu dengan mahasiswa). Pada malam harinya terjadi bentrok pertama kali
di daerah Slipi dan puluhan mahasiswa masuk rumah sakit. Satu orang pelajar,
yaitu Lukman Firdaus, terluka berat dan masuk rumah sakit. Beberapa hari
kemudian ia meninggal dunia.
Esok harinya
Jum'at tanggal 13 November 1998 ternyata banyak mahasiswa dan masyarakat sudah
bergabung dan mencapai daerah Semanggi dan sekitarnya, bergabung dengan
mahasiswa yang sudah ada di depan kampus Atma Jaya Jakarta. Jalan Sudirman
sudah dihadang oleh aparat sejak malam hari dan pagi hingga siang harinya
jumlah aparat semakin banyak guna menghadang laju mahasiswa dan masyarakat.
Kali ini mahasiswa bersama masyarakat dikepung dari dua arah sepanjang Jalan
Jenderal Sudirman dengan menggunakan kendaraan lapis baja.
Jumlah masyarakat dan mahasiswa yang bergabung diperkirakan puluhan
ribu orang dan sekitar jam 3 sore kendaraan lapis baja bergerak untuk
membubarkan massa membuat masyarakat melarikan diri, sementara mahasiswa
mencoba bertahan namun saat itu juga terjadilah penembakan membabibuta oleh
aparat dan saat di jalan itu juga sudah ada mahasiswa yang tertembak dan
meninggal seketika di jalan. Ia adalah Teddy Wardhani Kusuma, merupakan korban
meninggal pertama di hari itu.
Mahasiswa terpaksa lari ke kampus Atma Jaya untuk berlindung dan merawat
kawan-kawan dan masyarakat yang terluka. Korban kedua penembakan oleh aparat
adalah Wawan, yang nama lengkapnya adalah Bernadus R Norma Irawan, mahasiswa
Fakultas Ekonomi Atma Jaya, Jakarta, tertembak di dadanya dari arah depan saat
ingin menolong rekannya yang terluka di pelataran parkir kampus Atma Jaya,
Jakarta. Mulai dari jam 3 sore itu sampai pagi hari sekitar jam 2 pagi terus
terjadi penembakan terhadap mahasiswa di kawasan Semanggi dan saat itu juga lah
semakin banyak korban berjatuhan baik yang meninggal tertembak maupun terluka.
Gelombang mahasiswa dan masyarakat yang ingin bergabung terus berdatangan dan
disambut dengan peluru dan gas airmata. Sangat dahsyatnya peristiwa itu hingga
jumlah korban yang meninggal mencapai 15 orang, 7 mahasiswa dan 8 masyarakat.
Indonesia kembali membara tapi kali ini tidak menimbulkan kerusuhan.
Anggota-anggota dewan yang bersidang istimewa dan tokoh-tokoh
politik saat itu tidak peduli dan tidak mengangap penting suara dan pengorbanan
masyarakat ataupun mahasiswa, jika tidak mau dikatakan meninggalkan masyarakat
dan mahasiswa berjuang sendirian saat itu. Peristiwa itu dianggap sebagai hal
lumrah dan biasa untuk biaya demokrasi. "Itulah yang harus dibayar
mahasiswa kalau berani melawan tentara".
Betapa menyakitkan
perlakuan mereka kepada masyarakat dan mahasiswa korban peristiwa ini. Kami
tidak akan melupakannya, bukan karena kami tak bisa memaafkan, tapi karena kami
akhirnya sadar bahwa kami memiliki tujuan yang berbeda dengan mereka. Kami
bertujuan memajukan Indonesia sedangkan mereka bertujuan memajukan diri sendiri
dan keluarga masing-masing. Sangat jelas!
3.
Pemilihan Umum Tahun 1999
Pemilihan umum
tahun 1999 dilaksanakan pada 7 Juni 1999 dengan jumlah peserta 48 partai. Pemilihan Umum Tahun 1999
merupakan pemilu pertama pasca mundurnya Presiden Suharto dari tampuk
kekuasaan. Habibie, selaku pengganti Suharto, melaksanakan pemilu tiga tahun
lebih cepat dari waktu yang seharusnya dijadwalkan, yaitu tahun 2002.
Percepatan pemilu ini adalah hasil tekanan rakyat pada pemerintahan Habibie
karena ia dipandang tidak memiliki legitimasi untuk memegang tampuk kekuasaan.
Presiden Habibie dianggap publik sebagai bagian dari Orde Baru yang mestinya
turut dilengserkan. Karenanya, hakekat pemilu 1999 pada dasarnya untuk membentuk
legitimasi baru atas siapapun yang akan menjadi Presiden pasca mundurnya
Suharto.
Diantara hal-hal
paling menyolok pada fase setelah keruntuhan Orde Baru adalah kecilnya
penolakan terhadap dibuangnya format politik dua partai satu Golkar dan dipekenalkannya
sistem multi partai. Tiba-tiba demokrasi multipartai seolah dilihat sebagai
satu-satunya pilihan yang berkelayakan. Hal ini mirip dengan November 1945,
masa terakhir ketika partai politik tumbuh subur di Indonesia. Kemiripan itu
adalah sehubungan dengan hal-hal sebagai berikut: euphoria setelah berhasil
keluar dari suatu kurun panjang re;presi politik, banyaknya kepentingan politik
yang sodok menyodok berebut posisi, dan tidak adanya otoritas politik yang
punya kemauan mencegah hal itu. Bahkan pandangan lain menempatkan kelahiran
lebih seratus partai politik dalam hitungan yang sangat singkat sebagai
fenomena yang mengalahkan periode awal berkembangnya partai politik pasca
Maklumat Nomor X Wakil Presiden.
Pemilu 1999 sering
disebut sebagai pemilu transisi untuk masuk format politik yang lebih
demokratis. Pemilu menjadi semacam simpang jalan: apakah proses politik itu
terus setia pada jalur demokratisasi, berbelok jalan, atau bahkan berbalik arah
sama sekali. Pengalaman transisi berbagai negara menunjukkan kemana pendulum
transisi bergerak dari hasil pemilu.
Pemilu tahun 1999 diselenggarakkan dalam waktu yang sangat singkat,
yaitu kurang dari 5 bulan. KPU selaku penyelenggara pemilu dalam waktu yang
singkat telah berhasil merumuskan lebih dari 136 peraturan dan keputusan
tentang tata cara pemilu. Tidak hanya itu, KPU juga berhasil merencanakan dan
menyelenggarakan pemilu secara relatif lebih lancar seperti yang diperintahkan
Undang-undang.
Pemilu 1999 dapat
disebut sebagai pemilu anti tesis pemilu-pemilu Orde Baru. Banyak aspek
bertolak belakang dengan masa orde baru. Disebut demikian karena berbagai hal.
Pertama, liberalisasi politik yang melahirkan 48 peserta pemilu menjadikan
pemilu hampir diikuti oleh seluruh spektrum idiologi yang pernah ada di pentas
politik berbasis kelas, seperti PRD, dan partai dengan jalur aliran seperti
PBB, PDKB, dan PKD yang diharamkan selama Orde Baru berkuasa, muncul tanpa ada
yang mempersoalkan apalagi mengkontrol. Pluralisme politik Indonesia
benar-benar mengjawantah dalam partai yang berkompetensi dalam pemilu 1999.
Selanjutnya pemilu
berusaha dibangun di atas spirit baru, yaitu Luber plus Jurdil. Diketahui bahwa
pemilu pada Orde Baru dibangun asas LUBER (langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia)
dengan mengabaikan aspek JURDIL (Jujur dan Adil) bagi penyelenggara maupun
peserta pemilu. Juga netralitas birokrasi. Birokrasi yang selama Orde Baru
dimobilisasi untuk mendukung dan menjadi bagian integral dari Golkar berusaha
dinetralisasikan untuk tidak memihak salah satu partai politik. PNS tidak
diperkenankan menjadi anggota dan pengurus partai politik. kalau ada PNS yang
menjadi anggota atau pengurus partai politik harus mendapatkan ijin atasannya
dan kemudian melepaskan jabatan negerinya.
4.
Sidang Umum MPR 1999
Setelah lengsernya Soeharto dari kursi pemerintahannya, maka MPR
mengadakan Sidang Umum MPR thn 1999 dimana B.J.Habiebie menjadi Presiden RI
ke-3. namun kemudian pada tahun 1999 diadakan pemilu thn 1999.
Setelah Komisi
Pemilihan Umum berhasil menetapkan jumlah anggota DPR dan MPR berdasarkan hasil
pemilihan umum tahun 1999 serta berhasil menetapkan jumlah wakil-wakil utusan
gololngan maupun utusan daerah, maka MPR segera melaksanakan sidang.
Sidang Umum MPR
tahun 1999 diselenggarakan sejak tanggal 1-21 Oktober 1999. Dalam Sidang Umum
itu Amien Rais dikukuhkan menjadi Ketua MPR dan Akbar Tanjung menjadi Ketua
DPR. Sedangkan pada Sidang Paripurna MPR XII, pidato pertanggungjawaban
Presiden Habibie ditolak oleh MPR melalui mekanisme voting dengan 355 suara
menolak, 322 menerima, 9 abstain dan 4 suara tidak sah. Akibat penolakan
pertanggungjawaban itu, Habibie tidak dapat untuk mencalonkan diri menjadi
presiden Republik Indonesia.
Kegagalan Habibie
menjadi calon presiden Republik Indonesia sebagai akibat ditolaknya pidato
pertanggungjawabannya, memunculkan tiga calon presiden yang diajukan oleh
fraksi-fraksi yang ada di MPR pada tahap pencalonan presiden di antaranya,
Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan Yuzril Ihza Mahendra.
Namun, detik-detik menjelang dilaksanakan pemungutan suara untuk memilih
presiden tanggal 20 Oktober 1999, Yusril Ihza Mahendra mengundurkan diri. Oleh
karena itu, tinggal dua calon presiden yang maju dalam pemilihan itu, yaitu
Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. Dari hasil pemilihan presiden
yang dilaksanakn secara voting, Abdurrahman Wahid terpilih menjadi Presiden
Republik Indonesia. Pada tanggal 21 Oktober 1999 dilak sanakan pemilihan wakil
presiden dengan calonnya Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz. Pemilihan wakil
presiden ini kemudian dimenangkan oleh Megawati Soekarnoputri. Kemudian pada
tanggal 25 Oktober 1999 Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati
Soekarnoputri berhasil membentuk Kabinet Persatuan Nasional.
Ada beberapa ketetapan dalam SU MPR 1999 yaitu sebagai berikut.
1.
Ketetapan
MPR No. I Tahun 1999 tentang perubahan kelima atas Ketetapan MPR RI No
I/MPR/1983 Tentang peraturan tata tertib majelis permusyawaratan rakyat
republik indonesia.
2.
Ketetapan
MPR No. II Tahun 1999 tentang peraturan tata tertib MPR RI.
3.
Ketetapan
MPR No.III Tahun 1999 tentang pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia
Prof. Dr. Ing Bacharudin Jusuf Habibie.
4.
Ketetapan
MPR No.IV Tahun 1999 tentang garis-garis besar haluan negara tahun 1999-2004.
5.
Ketetapan
MPR No.V Tahun 1999 tentang penentuan pendapat di Timur-Timur.
6.
Ketetapan
MPR No.VI Tahun 1999 tentang tata cara pencalonan dan pemilihan presiden dan
wakil presiden.
7.
Ketetapan
MPR No.VII Tahun 1999 tentang pengangkatan Presiden Republik Indonesia.
8.
Ketetapan
MPR No.VIII Tahun 1999 tentang pengangkatan Presiden Republik Indonesia.
9.
Ketetapan
MPR No.IX Tahun 1999 tentang penugasan badan pekerja MPR RI Untuk melanjutkan
perubahan UUD 1945.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Sidang
Istimewa MPR 1998 menghasilkan 12 ketetapan, sementara itu dengan diprakarsai
oleh para mahasiswa yang bergabung dalam Forum Komunikasi Senat Mahasiswa
Jakarta (FKSMJ), ITB Bandung, dan Universitas Siliwangi, dan empat tokoh
reformasi.
Pada bulan November 1998
pemerintahan transisi Indonesia mengadakan Sidang Istimewa untuk menentukan
Pemilu berikutnya dan membahas agenda-agenda pemerintahan yang akan dilakukan.
Mahasiswa bergolak kembali karena mereka tidak mengakui pemerintahan ini dan
mereka mendesak pula untuk menyingkirkan militer dari politik serta pembersihan
pemerintahan dari orang-orang Orde Baru.
Pemilihan
Umum Tahun 1999 dilaksanakan pada 7 Juni 1999 dengan jumlah 48 partai.
Pemilihan Umum Tahun 1999 merupakan pemilu pertama pasca mundurnya Presiden
Suharto dari tampuk kekuasaan. Habibie, selaku pengganti Suharto, melaksanakan
pemilu tiga tahun lebih cepat dari waktu yang seharusnya dijadwalkan, yaitu
tahun 2002
Setelah
lengsernya Soeharto dari kursi pemerintahannya, maka MPR mengadakan Sidang Umum
MPR thn 1999 dimana B.J.Habiebie menjadi Presiden RI ke-3. namun kemudian pada
tahun 1999 diadakan pemilu thn 1999.
2.
Saran
Kami menyarankan agar pemerintah
lebih memperhatikan kesejah-teraan rakyat kecil. Karena dari pengamatan kami,
rakyat kecil kurang diperhatikan pemerintah. Meski laju perekonomian
Indonesia berkembang pesat, namun perkem-bangan itu hanya menguntungkan
golongan menengah keatas dan merugikan rakyat kecil sehingga kesenjangan sosial
semakin membentang lebar. Kami juga menyaran-kan bagi segenap masyarakat
Indonesia untuk turut berpartisipasi dalam pemerintahan dengan memberikan
masukan, kritikan, dan dukungan.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar