KABUKI (歌舞伎)

Kabuki (歌舞伎) adalah merupakan seni teater tradisional
khas Jepang. Aktor kabuki
terkenal dengan kostum mewah
dan tata
rias wajah yang mencolok. Kementerian PendidikanJepang telah
menetapkan kabuki sebagai warisan agung budaya nonbendawi. Selain ituUNESCO juga
telah menetapkan kabuki sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan
Nonbendawi Manusia. Berikut adalah pembahasan terkait kabuki.
A. Etimologi
Ada banyak pendapat mengenai asal kata dari Kabuki ini,
salah satunya adalah kabusu yang ditulis dengan karakter kanji歌舞dengan ditambahkan akhiran す sehingga menjadi kata kerja 歌舞すyang berarti bernyanyi dan menari. Kemudian disempurnakan
menjadi kabuki (歌舞伎) yang ditulis dengan tiga karakter kanji,
yaitu uta 歌(うた) (lagu), mai 舞(まい) (tarian), dan ki 伎(き) (tehnik).
Ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa kata kabuki ini
berasal dari kata kabuki かぶき, kabuku かぶく, kabukan かぶかん, atau kabuke かぶけ yang ditulis dengan karakter kanji katamuku(傾). Karakter kanji katamuku yang dibaca kabuku
ini secara harfiah berarti cenderung, condong, miring atau tidak sama dengan
pemikiran umum. Kata ini digunakan untuk menyebutkan orang-orang yang cenderung
atau condong ke arah duniawi, dan orang-orang yang berpakaian dan bertingkah
laku aneh.
Pendapat yang mengatakan penamaan kabuki berasal
dari kata katamuku ini dikarenakan pada saat kabuki pertama
kali diperkenalkan oleh Okuni, seorang Miko 巫女 (pendeta wanita) dari daerah Izumo. Okuni tersebut
memakai kostum laki-laki dengan membawa pedang dan mengenakan
aksesoris-aksesoris yang tidak lazim pada zaman tersebut. Seperti rosario yang
dikenakan di pinggang bukan digantungkan dileher. Ceritanya pun berkisar
tentang seorang laki-laki yang pergi bermain-main ke kedai teh untuk
minum-minum bersama para wanita penghibur. Hal ini kemudian diasosiasikan
dengan kumpulan orang-orang yang berpakaian dan bertingkah-laku aneh serta
tidak lazim yang muncul pada saat itu, yang dikenal dengan nama kabukimono カブキモノ.
Setelah melalui beberapa perkembangan akhirnya kabuki
ditulis dengan tiga karakter kanji yaitu uta 歌 (lagu), mai 舞 (tarian), dan ki 妓(seniman wanita) yang kemudian karakter kanji ki 妓diubah menjadi ki 伎, sehingga kabuki ditulis menjadi 歌舞伎(かぶき) yang sekarang ini.
Penamaan kabuki dengan menggunakan tiga karakter kanji di atas, dikarenakan
tiga karakter di atas dianggap sesuai dengan unsur-unsur yang ada di dalam
pertunjukan teater kabuki itu tersebut. Adapun pada awalnya karakter ki,
ditulis dengan 妓dikarenakan kabuki pada awalnya lahir dari seorang seniman wanita yang
bernama okuni 阿国(おくに) dari kuil Izumo.
B. Sejarah
Kabuki
Sejarah kabuki dimulai tahun 1603 dengan
pertunjukan dramatari yang dibawakan wanita bernama Okuni di kuil Kitano Temmangu, Kyoto. Kemungkinan
besar Okuni adalah seorang miko asal
kuil Izumo
Taisha, tapi mungkin juga seorang kawaramo (sebutan menghina
buat orang kasta rendah yang tinggal di tepi sungai). Identitas Okuni yang
benar tidak dapat diketahui secara pasti. Tari yang dibawakan Okuni diiringi
dengan lagu yang sedang populer. Okuni juga berpakaian mencolok seperti
laki-laki dan bertingkah laku tidak wajar seperti orang aneh (kabukimono),
sehingga lahir suatu bentuk kesenian garda depan. Panggung yang dipakai waktu
itu adalah panggung noh. Hanamichi (hon hanamichi yang ada di sisi kiri
penonton dan karihanamichi yang ada di sisi kanan penonton) di gedung
teater Kabuki-za kemungkinan merupakan perkembangan
dari Hashigakari (jalan
keluar-masuk aktor Noh yang ada di panggung sisi kiri penonton). Kesenian garda
depan yang dibawakan Okuni mendadak sangat populer, sehingga bermunculan banyak
sekali kelompok pertunjukan kabuki imitasi.
Pertunjukan kabuki yang digelar sekelompok wanita penghibur disebut
Onna-kabuki (kabuki wanita), sedangkan kabuki yang dibawakan remaja laki-laki
disebut Wakashu-kabuki (kabuki remaja laki-laki). Drama kabuki dimulai
pertunjukan tarian yang dilakukan oleh wanita. Wanita pertama yang
memperkenalkan kabuki adalah Izumino Okuni pada tahun keichoo. Dia disebut juga
sebagai nenek moyang atau cikal bakal kabuki. Tarian pertama dikenal dengan Nebutsu
Odori,yang kemudian terkenal dengan sebutan Kabuki Odori. Kabuki
Odori sangat popular dikalangan wanita. Diberbagai daerah banyak
wanita yang menjadi penari kabuki dan mereka disebut sebagai yujo
kabuki atau onna kabuki. Penari – penari tersebut
selain menari juga melayani tamu laki – laki. Keshogunan Tokugawa menilai
pertunjukan kabuki yang dilakukan kelompok wanita penghibur sudah melanggar
batas moral, sehingga di tahun 1629 kabuki wanita
penghibur dilarang dipentaskan. Pertunjukan kabuki laki-laki remaja juga
dilarang pada tahun 1652 karena
merupakan bentuk pelacuran terselubung. Pertunjukan Yarō kabuki yang
dibawakan seluruhnya oleh pria dewasa diciptakan sebagai reaksi atas
dilarangnya Onna-kabuki dan Wakashu-kabuki. Aktor kabuki yang seluruhnya
terdiri dari pria dewasa yang juga memainkan peran sebagai wanita melahirkan
"konsep baru" dalam dunia estetika. Kesenian Yarō kabuki terus
berkembang di zaman Edo dan berlanjut hingga sekarang.
Pada tahun berikutnya mereka diperbolehkan mengadakan
pertunjukan kembali dengan syarat yang ketat yaitu penari kabuki harus
memotong Maegami ( Poni). Dengan di potongnyamaegami sebutan wakashu
kabuki berubah menjadi yaro kabuki. Kabuki tidak
hanya berkembang di Kyoto dan Osaka tetapi berkembang juga sampai ke Tokyo dan
menjadi pusat kabuki sampai sekarang.
Pengarang kabuki bernama Yonsei Tsuruya Namboku pada
jaman Edo generasi keempat dari keluarga Namboku. Generasi ke 1, ke 2 dan ke 3
adalah actor kabuki. Karya yang terkenal adalah Sumidagawa Hangoshozomei dan
Tokaido Yotsuya Kaidan.
C. Jenis
Kabuki
1. Kabuki Odori
Kabuki-odori (kabuki tarian). Kabuki-odori
dipertunjukkan dari masa kabuki masih dibawakan Okuni hingga di masa
kepopuleran Wakashu-kabuki, remaja laki-laki menari diiringi lagu yang sedang
populer dan konon ada yang disertai dengan akrobat. Selain itu, Kabuki-odori juga bisa berarti
pertunjukan yang lebih banyak tarian dan lagu dibandingkan dengan porsi drama
yang ditampilkan.
2. Kabuki-geki (kabuki
sandiwara)
Kabuki-geki merupakan pertunjukan sandiwara yang
ditujukan untuk penduduk kota di zaman Edo dan berintikan sandiwara dan tari. Peraturan yang
dikeluarkan Keshogunan Edo mewajibkan kelompok kabuki untuk "habis-habisan
meniru kyōgen" merupakan
salah satu sebab kabuki berubah menjadi pertunjukan sandiwara. Alasannya kabuki
yang menampilkan tari sebagai atraksi utama merupakan pelacuran terselubung dan
pemerintah harus menjaga moral rakyat. Tema pertunjukan kabuki-geki bisa berupa
tokoh sejarah, cerita kehidupan sehari-hari atau kisah peristiwa kejahatan,
sehingga kabuki jenis ini juga dikenal sebagai Kabuki kyogen. Kelompok
kabuki melakukan apa saja demi memuaskan minat rakyat yang haus hiburan.
Kepopuleran kabuki menyebabkan kelompok kabuki bisa memiliki gedung teater
khusus kabuki seperti Kabuki-za. Pertunjukan kabuki di gedung khusus
memungkinkan pementasan berbagai cerita yang dulunya tidak mungkin dipentaskan.
Di gedung kabuki, cerita yang memerlukan penjelasan
tentang berjalannya waktu ditandai dengan pergeseran layar sewaktu terjadi
pergantian adegan. Selain itu, di gedung kabuki bisa dibangun bagian panggung
bernama hanamichi yang berada melewati di sisi kiri
deretan kursi penonton. Hanamichi dilewati aktor kabuki sewaktu muncul dan
keluar dari panggung, sehingga dapat menampilan dimensi kedalaman. Kabuki juga
berkembang sebagai pertunjukan tiga dimensi dengan berbagai teknik, seperti
teknik Séri (bagian panggung yang bisa naik-turun yang
memungkinkan aktor muncul perlahan-lahan dari bawah panggung), dan Chūzuri (teknik
menggantung aktor dari langit-langit atas panggung untuk menambah dimensi
pergerakan ke atas dan ke bawah seperti adegan hantu terbang).
Sampai pertengahan zaman Edo, Kabuki-kyogen kreasi baru
banyak diciptakan di daerah Kamigata. Kabuki-kyogen banyak mengambil unsur
cerita Ningyo
Jōruri yang khas daerah Kamigata. Penulis kabuki asal Edo
tidak cuma diam melihat perkembangan pesat kabuki di Kamigata. Tsuruya Namboku banyak
menghasilkan banyak karya kreasi baru sekitar zaman zaman Bunka hingga zaman Bunsei. Penulis sandiwara
kabuki Kawatake Mokuami juga baru
menghasilkan karya-karya barunya di akhir zaman Edo hingga awal zaman Meiji.
Sebagai hasilnya, Edo makin berperan sebagai kota budaya dibandingkan
Kamigata. Di zaman Edo, Kabuki-kyogen juga disebut sebagai sandiwara
(shibai).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar